Bagaimana Hukum Miqat Di Jeddah

Bagaimana Hukum Miqat di Jeddah? Perdebatan tentang dimanakah miqat jamaah haji dan umroh asal Indonesia memang tidak pernah sepi. Dua pendapat yang mendominasi adalah pendapat yang mengharuskan miqat di dalam pesawat terbang yang melintas di atas Yalamlam dan yang membolehkan miqat di bandara Jeddah.

Umrah Murah 2018 2019 2020 Risalah Madina di Bandara Jeddah

=========================================================================

Daftar Isi Bahasan Bagaimana Hukum Miqot Di Jeddah:

Permasalahan

  1. Pangkal Masalah
  2. Perbedaan Pendapat Ulama

Pengertian Miqat

  1. Bahasa
  2. Istilah

Miqat Makani

  1. Dzul Hulaifah
  2. Al-Juhfah
  3. Qarnul Manazil
  4. Yalamlam
  5. Dzatu ‘Irqin

Miqat Penumpang Pesawat?

  1. Ikut Miqat di Darat
  • a. Majelis Bahtsul Masail Nahdhatul Ulama
  • b. Fatwa Syeikh Abdul Aziz Bin Baz
  • c. Fatwa Lajnah Daimah Saudi Arabia
  • c. Fatwa Majma’ Al-Fiqhi Al-Islami

 

  1. Berdasarkan Dimana Pesawat Mendarat
  • a. Kementerian Agama RI
  • b. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
  • c. Pendapat Syeikh Mustafa Az-Zarqa’

=========================================================================

 

Pemerintah Republik Indonesia sendiri melalui Kementerian Agama telah menguatkan membolehkan ber-miqat di Bandara King Abdul Aziz Jeddah. Namun Pemerintah Saudi Arabia sendiri lebih cenderung menguatkan pendapat tidak boleh bermiqat di Jeddah.

Pangkal Masalah Bagaimana Hukum Miqot Di Jeddah

Titik pangkal masalahnya karena di masa kita jamaah haji sudah tidak lagi datang lewat darat melainkan lewat udara. Dan jalur penerbangannya sama sekali tidak melewati miqat yang dahulu Rasulullah SAW sebutkan.

Yang  jadi  titik  diskusinya  lalu bagaimana miqatnya? Apakah mengikuti garis-garis imajiner yang menghubungkan satu titik miqat dengan titik miqat  lainnya?  Ataukah  di  Jedah  yang  Rasulullah SAW tidak pernah sebutkan secara eksplisit.

 

Perbedaan Pendapat Ulama Bagaimana Hukum Miqot Di Jeddah

Yang menarik dalam diskusi ini, ternyata perbedaan yang muncul cukup ketat, dimana dua pendapat antara   yang membolehkan miqat di Jeddah dengan yang tidak membolehkan, sama- sama punya dalil yang kuat, disamping juga didukung oleh otoritas ulama yang diakui umat Islam.

Sehingga di tataran laparangan, para jamaah haji dan umrah seringkali bertikai, setidaknya saling mencari pembenaran atas pendapatnya sendiri, dan berupaya mencari titik-titik kelemahan pendapat orang lain yang tidak sejalan.

Beberapa unit usaha penyelenggara haji dan umrah dengan tegas mengharamkan miqat di Jeddah sambil menjejali para jamaah dengan ‘doktrin’ tidak sahnya bermiqat dari Jeddah. Umumnya jamaah ikut saja dengan doktrin-doktrin seperti itu, karena ketidak-tahuan dan juga pasrah saja.

Namun ada juga jamaah yang punya pandangan berbeda dan tidak terima dengan doktrin-doktrin seperti itu. Apalagi kebolehan miqat di Jeddah didukung sepenuhnya oleh otoritas penyelenggara haji resmi pemerintah RI.

 

Pengertian Miqat Bagaimana Hukum Miqot Di Jeddah

  1. Bahasa

Dalam bahasa Arab, lafaz miqat merupakan bentuk tunggal/singular,   bentuk jamak/plural nya adalah mawaqit, yang apabila ditinjau dari segi ilmu shorofnya, lafaz ini merupakan bentuk mashdar mimi yang bermakna tempat/waktu

  1. Istilah

Berangkat dari pengertian secara bahasa, miqat berarti sesuatu yang dibatasi/terbatas, yang berkaitan dengan tempat/waktu.

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Sesungguhnya   shalat   itu   adalah   fardhu   yang ditentukan   waktunya   atas   orang-orang   yang beriman (QS. An-Nisa : 103)

 

Dalam ibadah haji khususnya, miqat adalah batas waktu dan tempat yang telah ditetapkan oleh syara’ sebagai garis start sekaligus finish. Maksudnya, ritual ibadah haji harus dimulai dan dilakukan di waktu- waktu dan tempat-tempat tertentu, yang mana kalau sudah keluar dari batasan waktu dan tempat tersebut, maka ibadah hajinya tidak sah.

Nah, miqat yang terkait dengan waktu pelaksanaan ibadah haji, disebut dengan miqat zamani, adapun yang terkait dengan tempat, disebut miqat

Tempat tempat miqat haji umroh
Miqat Makani dan Batas Batasnya

Dalam kajian ini sengaja Penulis tidak membahas tentang miqat zamani, karena memang bukan itu yang akan kita bahas. Pembahasan  kita  akan  lebih  difokuskan kepada miqat makani, yaitu miqat terkait dengan batas- batas teritori seorang mulai berihram.

Sesuai dengan namanya juga, yang dimaksud dengan miqat makani (يناكم تاقيم) adalah batas tempat dimana ibadah haji itu mulai wajib dikerjakan. Dari masing-masing miqat itulah para jamaah haji memulai ibadah haji mereka. Dan mulai haji itu diawali  dengan  mulai  berihram. Jamaah haji  yang laki-laki harus melepas seluruh pakaian yang dikenakan, diganti dengan dua lembar kain untuk menutupi aurat mereka.

Sementara  jamaah  haji  perempuan  tidak  perlu memakai dua lembar kain. Mereka tertap berpakaian busana muslimah seperti biasa, karena mereka tetap wajib menutup aurat secara utuh. Dan sebaliknya, apabila ada orang yang niatnya mau berhaji, lalu melewati miqat makani tanpa berihram, maka hal itu merupakan pelanggaran yang mewajibkan adanya denda. Tetapi bila melewati miqat makani tanpa niat mau melakukan ritual ibadah haji atau umrah, artinya tanpa berihram, hukumnya memang tidak ada larangan.

Jadi miqat makani itu merupakan titik batas di atas tanah dengan jarak tertentu dari Ka’bah di Mekkah, tempat dimulainya ritual ibadah haji. Dan ritual ibadah haji itu ditandai dengan mengerjakan ihram. Penetapan batas-batas miqat makani tidak disebutkan di dalam Al-Quran, melainkan disampaikan oleh Rasulullah SAW lewat hadits yang shahih.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu berkata, “Sesungguhnya   Rasulullah   SAW   telah menetapkan batas (miqat makani) buat penduduk Madinah adalah   Dzulhulaifah, buat penduduk Syam adalah Juhfah, buat penduduk Najd adalah Qarnul-manazil, buatpenduduk Yaman adalah Yalamlam. Semua berlaku buat penduduk tempat itu dan orang-orang yang melewatinya yang berniat melaksanakan ibadah haji dan umrah. dan barangsiapa yang berada lebih dekat dari tempat- tempat itu,  maka  miqatnya  adalah dari  tempat tinggalnya sampai-sampai penduduk Mekkah (miqatnya) dari Mekkah (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Penduduk Madinah mulai berhaji dari Madinah adalah Dzulhulaifah, Buat penduduk Syam adalah Juhfah, buat penduduk Najd adalah Qarn”. Dan Abdullah bin Umar berkata, “Telah sampai kabar kepadaku bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Buat penduduk Yaman mulai berhaji dari Yalamlam.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Inilah 5 Tempat Miqat Makani yang Ditetapkan Rasulullah.

Dari   hadits-hadits shahih di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa setidaknya Rasulullah SAW menyebutkan  ada  lima  tempat  di  sekitar  tanah haram yang dijadikan sebagai miqat makani, yaitu Dzulhilaifah, Juhfah, Qarnul-Manazil, Yalamlam dan Dzatu ‘Irqin.

Peta Jeddah Makkah
  1. Dzul Hulaifah

Miqat ini adalah miqat yang digunakan oleh Rasulullah   SAW   setiap   kali   beliau   mengerjakan umrah atau haji. Sebab beliau SAW terhitung sebagai penduduk Madinah, meski pun berasal dari Mekkah. Di dalam hadits Jabir disebutkan tentang hal ini :

“Lalu kami berangkat bersama-sama dengan beliau. Ketika sampai di Dzulhulaifah, Asma` binti Humais melahirkan puteranya, Muhammad bin Abu Bakar.”(HR. Muslim)

Ustadz  Ahmad  Sarwat,  Lc.,MA  dalam buku  Seri Fiqih Kehidupan jilid 6 menuliskan bahwa meski pun dahulu Nabi SAW menamakan tempat itu dengan nama Dzul Hulaifah, namun di masa sekarang ini tempat ini lebih dikenal sebagai Abar ‘Ali atau Bi’ru ‘Ali yang artinya sumur Ali. Lidah orang Indonesia menyebut dengan Bir Ali (Ahmad Sarwat, Lc.,MA, Seri Fiqih Kehidupan [6] : Haji & Umrah, jilid 6 hlm. 107)

Peta Jalur Mekkah Madinah

Tempat ini menjadi miqat bagi penduduk Madinah dan juga para jamaah haji dari negara manapun yang datang melalui rutetersebut. Jaraknya kurang lebih 450-an km dari kota Mekkah.

Jamaah haji yang berasal dari Indonesia khususnya gelombang pertama akan mengambil miqat di tempat ini. Hal itu karena sebelum mendatangi Mekkah, mereka berziarah terlebih dahulu ke Masjid Nabawi di Madinah Lalu pada hari yang telah dijadwalkan, barulah merekabergerak dari Madinah menuju Mekkah. Dan mereka mulai niat haji, berihram dan bertalbiyah pada titik ini.

 

  1. Al-Juhfah

Tempat ini adalah miqat bagi penduduk Arab Saudi bagian Utara dan negara-negara Afrika Utara dan Barat, serta penduduk negeri Syam seperti Lebanon, Yordania, Syiria, dan Palestina atau yang melewati rute mereka.

Sekarang di dekat Al-Juhfah ada sebuah kota yang dinamakan Rabigh, sebuah kota yang kalau diukur jaraknya sekitar 190-an km sebelum kota Mekkah. Posisi kota Rabigh ini berada sebelum garis miqat Al- Juhfah, sehingga bila jamaah haji mulai berihram dari Rabigh, tentu hukumnya sah (Ahmad Sarwat, Lc.,MA, Seri Fiqih Kehidupan [6] : Haji & Umrah, jilid 6 hlm. 108)

 

Peta Qornul Manazil Makkah
  1. Qarnul Manazil

Di dalam salah satu hadits disebutkan dengan nama qarn saja dan dalam hadits yang lain disebut lengkap qarnulmanazil. Tapi kalau kita cari di peta modern seperti Google Maps, sulit menemukan sebuah titik bernama Qarnul Manazil. Ternyata sekarang tempat ini bernama As-Sail atau lengkapnya As-Sayl Al-Kabir. Posisinya di sebelah Timur kota Mekkah dan di Utara Thaif, berjarak sekitar 80-an Km dari Mekkah.

Tempat ini menjadi miqat bagi penduduk Najd dan negara-negara teluk, Irak (bagi yang melewatinya), dan Iran dan juga penduduk Arab Saudi bagian Timur di sekitar pegunungan Sarat. Para jamaah haji yang datang ke Mekkah lewat jalur ini harus sudah mulai berihram sejak dari titik ini.

Peta Yalamlam Mekkah
  1. Yalamlam

Nama Yalamlam adalah nama yang digunakan di masa lalu. Sekarang sering disebut dengan As- Sa’diyyah.

Tempat ini disebut oleh Rasulullah SAW dalam hadits shahih sebagai miqat penduduk negara Yaman dan bangsa-bangsa lain yang melaluinya. Di masa lalu saat masih menumpang kapal laut, Yalamlam menjadi miqat buat jamaah haji dari Indonesia, Malaysia, dan sekitarnya. Jaraknya sekitar 130 km dari Kota Mekkah.

Di antara semua titik yang disebut oleh Rasulullah SAW, Yalamlam adalah titik yang paling luas, berwujud seperti lembah besar yang membentang sejauh 150 km dari arah timur ke barat, pada posisi selatan kota Jeddah. (Ahmad Sarwat, Lc.,MA, Seri Fiqih Kehidupan [6] : Haji & Umrah, jilid 6 hlm. 110)

 

  1. Dzatu ‘Irqin

Sekarang sering disebut dengan Adh-Dharibah. Tempat ini menjadi miqat penduduk negeri Irak dan wilayahnya seperti Kufah dan Bashrah, juga buat penduduk negara-negara yang melewatinya. Jaraknya sekitar 94 km dari kota Mekkah.

 

Bagaimana dengan Miqat Penumpang Pesawat?

Sepanjang  14  abad  penetapan  miqat  makani nyaris tidak pernah menimbulkan polemik yang berarti. Sebab tempat-tempat itu tidak pernah berubah atau bergeser dari posisinya. Para jamaah haji dari berbagai penjuru dunia pasti akan melewati tempat-tempat yang telah disebutkan Rasulullah SAW itu.

Kalau pun ada perubahan, hanya perubahan nama tempat  saja,  tetapi  tempat  miqat  itu  tetap  pada posisinya sejak zaman nabi. Tetapi ketika manusia sudah menemukan pesawat terbang, dan para jemaah haji mulai menumpang ’besi terbang’ ini, mulai muncul sedikit masalah.

Sebab  pesawat-pesawat  terbang  ini  terbang  di atas langit, sementara tidak ada satu pun dalil dari Rasulullah SAW yang menjelaskan miqat makani buat jamaah yang datang lewat ’langit’. Misalnya, bila suatu ketika ada orang bisa tinggal di bulan, tentunya datang ke  bumi  tidak  melewati  miqat-miqat yang telah ditetapkan, karena mereka muncul dari atas langit.

Lantas dimanakah miqat makani buat jamaah haji yang muncul dari atas langit? Dan pesawat terbang pada ketinggian di atas 27.000 kaki dari permukaan laut, nyaris tidak melewati batas-batas miqat itu. Maka dalam hal ini setidaknya ada dua pendapat yang berkembang :

Paket Umroh Murah 2019 2020
  1. Ikut Miqat di Darat

Para   ulama   kontemporer   memberikan   jalan keluar, yaitu miqat para jamaah yang menumpang pesawat itu adalah garis-garis imajiner yang menghubungkan titik-titik yang ada pada masing- masing miqat. Dan sangat mudah untuk menemukan garis imaginer itu dengan pesawat modern, karena pasti dilengkapi dengan alat emacam Global Positioning System (GPS) dan sejenisnya.

GPS akan memberitahukan dengan pasti posisi pesawat terhadap titik-titik koordinat tertentu di muka bumi, bahkan juga bisa memastikan kecepatan pesawat, ketinggian (altitude), perkiraan waktu yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan dan sebagainya. Maka mudah saja bagi jamaah haji yang ingin memulai berihram, karena kapten akan memberitahukan bahwa dalam hitungan beberapa menit lagi pesawat akan berada di atas posisi titik miqat. Bahkan para penumpang bisa melihat sendiri posisi pesawat yang mereka tumpangi di layar LCD di kursi masing-masing.

Dan tanpa harus mendarat di titik-titik yang telah disebutkan oleh Rasulullah SAW itu, para jemaah mulai berganti pakaian ihram, berniat dan melantunkan  talbiyah,  dari  ketinggian  sekian  ribu kaki di atas permukaan laut. Bahwa miqat makani buat mereka yang naik pesawat terbang harus mengikuti miqat yang ada di darat, sehingga mulai berihram harus dilakukan di atas pesawat, adalah pendapat beberapa ulama, di antaranya :

  • a. Majelis Bahtsul Masail Nahdhatul Ulama

PBNU melalui majelis ini, lembaga yang banyak mengurusi fatwa kontemporer di kalangan nahdhiyyin ini, dalam salah satu keputusannya menegaskan bahwa Bandara Jeddah tidak memenuhi ketentuan sebagai miqat makani buat jamaah haji Indonesia. Majelis ini tegas menyebutkan bahwa jamaah haji Indonesia harus melakukan niat tawaf pada waktu pesawat terbang memasuki daerah Qarnul-Manazil. Berikut petikannya :

Soal:

Orang Indonesia yang melaksanakan ibadah haji melalui Jeddah yang akan langsung menuju Makkah, apabila mereka memulai ihramnya dari  Jeddah, apakah terkena wajib membayar dam bagi mereka?

Jawab:

Mengingatkan bahwa lapangan terbang Jeddah di mana jamaah haji Indonesia mendarat, ternyata tidak memenuhi ketentuan sebagai miqat, maka apabila para jamaah haji Indonesia (yang berangkat pada hari terakhir) akan langsung menuju Makkah, hendaknya mereka melakukan niat pada waktu pesawat terbang memasuki daerah Qarnul-Manazil atau daerah Yalamlam atau miqat-miqat yang lain (yaitu setelah mereka menerima penjelasan dari petugas pesawat udara yang bersangkutan).

Untuk memudahkan pelaksanaannya, dianjurkan agar para jamaah memakai pakaian ihramnya sejak dari lapangan terbang Indonesia tanpa niat terlebih dahulu. Kemudian niat ihram baru dilakukan pada waktu pesawat terbang memasuki daerah Qarnul- manazil atau Yalamlam. Tetapi kalau para jamaah ingin sekaligus niat ihram di Indonesia, itupun diperbolehkan.

  • b. Fatwa Syeikh Abdul Aziz Bin Baz

Mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa lalu, Syeikh Abdul Aziz bin Baz ketika ditanya tentang keabsahan Bandara  King  Abdul  Aziz  sebagai  pengganti  dari miqat dengan tegas menolak dan mengatakan tidak sah apabila jamaah haji mulai berihram dari Bandara itu. Berikut kutipan fatwa beliau :

Syeikh Abdul Aziz Bin Baz

Hal yang mewajibkan kami menjelaskan masalah ini  adalah  adanya  buku  kecil  yang  datang  dari sebagian rekan pada akhir-akhir ini yang berjudul ‘Adillatul Itsbat anna Jaddah Miqat’, yaitu Dalil-dalil yang membuktikan Jeddah adalah Miqat. Di dalam buku kecil ini penulisnya berupaya mengadakan miqat tambahan di luar miqat-miqat yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.

Dia beranggapan bahwa Jeddah itu adalah miqat bagi orang-orang yang datang dengan pesawat udara di bandara atau datang ke Jeddah lewat laut atau lewat darat. Maka menurut penulis buku ini, mereka boleh menunda  ihramnya

sampai tiba di Jeddah, kemudian berihram dari sana. Karena, menurut anggapan dia, Jeddah itu sejajar dengan dua miqat, yaitu Sa’diyah dan Juhfah. Ini adalah kesalahan besar yang dapat diketahui oleh setiap orang yang mempunyai pengetahuan tentang realita sebenarnya. Sebab, Jeddah itu berada di dalam wilayah miqat, dan orang yang datang ke Jeddah pasti telah melalui salah satu miqat yang telah ditetapkan oleh Muhammad SAW atau berada dalam posisi sejajar dengannya baik di darat, laut maupun di udara. Maka tidak boleh melewati miqat itu tanpa ihram jika berniat menunaikan ibadah haji atau ibadah umrah.

Di bagian akhir dari fatwa itu, beliau memberi kesimpulan :

Sesungguhnya fatwa khusus yang dikeluarkan tentang bolehnya menjadikan Jeddah sebagai miqat bagi para penumpang pesawat udara dan kapal laut adalah fatwa batil tidak benar karena tidak bersumber dari nash al-Qur`an ataupun hadits Rasulullah SAW ataupun ijma’ para ulama salaf, dan tidak pernah dikatakan oleh seorang ulama kaum muslimin yang dapat dijadikan sandaran.

  • c. Fatwa Lajnah Daimah Saudi Arabia

Dalam sebuah putusan fatwanya, Lajnah Daimah Kerajaan Saudi Arabia mengatakan :

Tidak syak bahwa Jeddah tidak termasuk miqat. Siapa yang mengakhirkan ihramnya sampai ke Jeddah, maka dia telah melewati miqat menurut syar’i. Karena itu dia terkena dam, yaitu satu kambing atau sepersepuluh  unta  atau sepersepuluh sapi yang disembelih di tanah haram dan dibagikan kepada orang miskin tanah haram.

  • d. Fatwa Majma’ Al-Fiqhi Al-Islami

Selain Lajnah Daimah, juga ada fatwa dari Majma’ Fiqih Al-Islami yang kami kutipkan bagian terpentingnya saja :

Jika hal ini diketahui, maka bagi orang-orang yang haji dan umrah lewat jalan udara dan laut serta yang lainnya tidak boleh mengakhirkan ihram sampai mereka tiba di Jeddah. Sebab Jeddah tidak termasuk    miqat    yang    dijelaskan    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula orangorang yang tidak membawa pakaian ihram, maka  mereka  juga  tidak  boleh  mengakhirkan ihram sampai ke Jeddah.

 

  1. Berdasarkan Dimana Pesawat Mendarat

Sementara di sisi lain, memang tidak sedikit kalangan ulama yang menjadikan Bandara King Abdul Aziz di Jeddah sebagai tempat miqat. Mereka berpendapat bahwa orang yang datang lewat ’langit’ tidak mulai berihram di atas miqat-miqat tadi, tetapi mulai mengambil miqat dari tempat dimana pesawat itu menyentuh daratan, yang dalam hal ini adalah Bandara King Abdul Aziz yang terletak di kota Jeddah.

Bandara Jeddah saat ini boleh dibilang satu- satunya bandara untuk jamaah haji, kecuali pesawat- pesawat milik maskapai Saudi Arabia yang bisa langsung mendarat di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz di kota Madinah. Yang jadi masalah adalah karena posisi Bandara King Abdul Aziz ini sudah berada  di  sebelah  Barat tanah  haram.  Sedangkan jamaah haji Indonesia, tentunya tidak datang dari arah Barat melainkan dari Tenggara. Jadi kalau mendarat di Jeddah, sudah pasti akan melewati garis miqat. Dan seharusnya cara ini terlarang, karena setiap orang yang melewati garis miqat wajib berihram, kalau tujuannya sematamata menuju ke Ka’bah untuk haji atau ihram.

Di zaman dulu ketika kita masih menggunakan kapal laut, jamaah haji Indonesia bisa dengan mudah berihram dari miqat yang ditentukan. Namun agak lain ceritanya bila berihram di atas pesawat terbang. Sebab yang namanya berihram itu adalah membuka pakaian biasa berganti dengan dua lembar handuk sebagai pakaian resmi berihram.

Memang akan sedikit merepotkan, bila dilakukan di dalam pesawat terbang. Yang jadi masalah, bukan pilot tidak tahu tempat batas miqat, tetapi bagaimana memastikan bahwa sekian ratus penumpang di dalam pesawat yang sedang terbang tinggi di langit, bisa berganti pakaian bersama pada satu titik tertentu.

Sementara untuk berpakaian ihram sejak dari Indonesia, sebenarnya bisa saja dilakukan, namun jaraknya masih terlalu jauh. Kalau kita tarik garis lurus Jakarta Makkah di peta google earth, sekitar 9.000- an km jaraknya. Perjalanan ditempuh sekitar 8 sampai 10 jam penerbangan non-stop.

  • a. Kementerian Agama RI

Departemen Agama Republik Indonesia yang kini berubah  nama menjadi  Kementerian  Agama Republik Indonesia sebagai biro perjalanan haji terbesar di dunia, nampaknya lebih cenderung berpendapat bahwa Jeddah bisa menjadi alternatif miqat makani. Hal itu bisa dibuktikan dengan seragamnya semua petunjuk yang diarahkan berupaya mencari pendapat-pendapat yang membolehkan jamaah haji bermiqat dari bandara Jeddah. Pendapat pihak Kementerian Agama RI ini untuk menjadikan Bandara King Abdul Aziz sebagai tempat miqat berpegang pada beberapa pendapat berikut ini :

Pendapat Ibnu Hajar pengarang Kitab Tuhfah memfatwakan bahwa jamaah haji yang datang dari arah  Yaman  boleh  memulai  ihram  setelah tiba  di Jeddah karena jarak Jeddah- Makkah sama dengan jarak Yalamlam-Makkah. An-Naswyili Mufti Makkah dan lain-lain sepakat dengan Ibnu Hajar ini.

Menurut mazhab Maliki dan Hanafi, jamaah haji yang melakukan dua miqat memenuhi ihramnya dari miqat kedua tanpa membayar dam.

Menurut Ibnu Hazm, jamaah haji yang tidak melalui salah satu miqat boleh ihram dari mana dia suka, baik di darat maupun di laut.

  • b. Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Tercatat tiga kali Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang bolehnya berihram  dari  bandara  Jeddah,  yaitu  tahun  1980, 1981 dan 2006.     Berikut petikannya fatwa terakhirnya:

Membaca :

  1. Surat dari Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Departemen Agama RI No.D/Hj.00/2246/1996, tanggal 26 April 1996 tentang usul perbaikan Fatwa MUI tentang ketentuan Miqat Makani bagi Jama’ah Haji Indonesia.
  2. Surat dari KH.  Syukron  Makmun  tentang pendapat tertulis kepada Sidang Komisi yang berkenaan dengan masalah Miqat Makani tersebut.
  3. Pendapat Al-Marhum Syekh Yasin Al-Fadani. Memperhatikan:

Pendapat, saran dan uraian yang disampaikan oleh para peserta sidang dalam pembahasan masalah tersebut.

Berpendapat:

Karena Jama’ah Haji Indonesia yang akan langsung ke Makkah tidak melalui salah satu dari Miqat Makani yang telah ditentukan Rasulullah, Komisi berpendapat bahwa masalah Miqat bagi mereka termasuk masalah ijtihadiyah.

Mengukuhkan  Keputusan  Fatwa  Komisi  Fatwa tanggal 12 Jumadil Ula 1400 H/29 Maret 1980 tentang Miqat Makani bagi Jama’ah Haji Indonesia, yaitu Bandara Jenddah (King Abdul Aziz) bagi yang langsung ke Makkah dan Bir Ali bagi yang lebih dahulu ke Madinah.

Dengan Fatwa tersebut di atas tidak berarti menambah miqat baru selain dari yang telah ditentukan Rasulullah SAW. Sebenarnya berihram dari Jeddah (Bandara King Abdul Aziz) dengan alasan- alasan, antara lain, sebagai berikut:

  1. Jarak antara Bandara King Abdul Aziz Jeddah dengan Makkah telah melampaui 2 (dua) marhalah. Kebolehan berihram dari jarak seperti itu termasuk hal yang telah disepakati oleh para ulama.
  2. Penggunaan mawaqit mansusah (dengan teori muhazah) menunjukkan bahwa pelaksanaan penggunaan miqat adalah masalah ijtihadi

 

Ditetapkan:

Jakarta, 16 Zulhijah 1416 H/04 Mei 1996 M DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA Ketua

HASAN BASRI

Sekretaris

DRS. H.A. NAZRI ADLANI

 

  • c.Pendapat Syeikh Mustafa Az-Zarqa’

Salah satu ulama besar dan berpengaruh yang juga berpendapat bahwa Bandara King Abdul Aziz di Jeddah boleh dijadikan tempat miqat makani adalah Syeikh Mustafa Az-Zarqa’. Dengan bahasa yang tegas beliau   mengatakan   bahwa   orang yang datang dengan pesawat terbang tidak wajib melakukan ihram, kecuali setelah pesawat mendarat di daerah yang akan mereka tempuh dengan jalur darat.

Karena Bandara Internasional Jeddah terletak di dalam miqat makani maka dari situlah mereka harus memulai ihram karena mereka disamakan dengan penduduk Jeddah. Seandainya bandara itu nanti dipindah ke Makkah, maka tempat ihram mereka adalah dari Makkah sama dengan penduduk Makkah. Begitu  seterusnya  sesuai  dengan  miqat-miqat makani yang sudah ditentukan lewat jalur darat pada masa Nabi SAW. Menurutnya ketentuan miqat makani ihram yang sudah ada nashnya tidak berlaku bagi orang yang naik pesawat.

Beliau termasuk ulama modern yang agaknya menolak pendapat ulama yang mengatakan bahwa teks hadits mengenai miqat makani berlaku baik lewat darat, laut, maupun udara. Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan semua ulama anggota RAA yang bersidang di Yordania tahun 1407 H.

 

==================================

Sumber :

Judul Buku: Miqat di Jeddah Tidak Sah?

Penulis: Luki Nugroho, Lc. MA

Editor: Fatih

Setting & Lay out: Fayyad & Fawwaz

Desain Cover: Faqih

Penerbit: Rumah Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940

Cet : Agustus 2018

Ustadz Luci Nugroho Lc

Saat ini penulis menjabat sebagai salah satu asatidz Rumah Fiqih Indonesia (www.rumahfiqih.com), sebuah institusi nirlaba yang bertujuan melahirkan para kader ulama di masa mendatang, dengan misi mengkaji Ilmu Fiqih perbandingan yang original,    mendalam, serta seimbang antara mazhab-mazhab yang ada.

Selain menulis, penulis juga menghadiri mengisi kajian  dari berbagai majelis taklim baik di masjid, perkantoran atau pun di perumahan di Jakarta dan sekitarnya. Saat ini Penulis bisa dihubungi di nomor 0856-8900-157 atau email luqaljawi@gmail.com.

RUMAH FIQIH adalah sebuah institusi non-profit yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan dan pelayanan konsultasi hukum-hukum agama Islam. Didirikan dan bernaung di bawah Yayasan Daarul- Uluum Al-Islamiyah yang berkedudukan di Jakarta, Indonesia.

RUMAH FIQIH  adalah  ladang  amal  shalih  untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Rumah Fiqih Indonesia bisa diakses di rumahfiqih.com

admin

Recent Posts

Kisah Banjir Nabi Nuh AS

Kisah Banjir Nabi Nuh AS. Allah SWT telahberfirman di dalam Al Qur'an surat Al-Ankabut ayat…

12 hours ago

Inilah Generasi-Generasi Masa Lampau Disebut Dalam Al Qur’an

Generasi-Generasi Masa Lampau Disebut Dalam Al Qur'an. Allah SWTberfirman di dalam Al Qur'an Surat Ay-Taubah…

3 days ago

TIPS MENGELOLA OTAK & EMOSI KITA Agar Rumah Tangga Harmonis, Anak-anak Jadi Sholeh [Part : 2]

TIPS MENGELOLA OTAK & EMOSI KITA Agar Rumah Tangga Harmonis, Anak-anak Jadi Sholeh. Fakta-fakta otak…

1 month ago

Tips Berdamai Dengan Masalah: Membuka Sudut Pandang Baru Atas Masalah

Tips Berdamai Dengan Masalah: Membuka Sudut Pandang Baru Atas Masalah Agar Hati Menjadi Kokoh dan…

1 month ago

The Law of Attraction Membangun Sudut Pandang Baru Terhadap Masalah – Membuka Pintu Rezeki Langit #1

The Law of Attraction Membangun Sudut Pandang Baru Terhadap Masalah - Membuka Pintu Rezeki Langit…

1 month ago

Inilah Dzikir dan Doa Menjelang Tidur, Bila Sedang Dirundung Masalah | Pakde Djon – Ikhtiar Langit

Inilah Dzikir dan Doa Menjelang Tidur Bila Sedang Dirundung Masalah | Pakde Djon - Ikhtiar…

1 month ago