
Ketentuan Dan Hikmah Ibadah Haji dan Umroh. Bahasan seputar kententuan dan hikmah ibadah haji dan umroh selayaknya menjadi perhatian serius para jamaah haji dan umroh. Karena bahasan ini menyangkut pengertian, hukum, wajib, rukun, dan syarat dari pelaksanaan ibadah haji dan umroh. Pengetahuan seputar ketentuan dan hikmah ibadah haji dan umrah seperti wajib dipahami bagi para calon jamaah haji dan umroh.
Penjelasan lebih lengkapnya diuraiakn dibawah ini:
- Ibadah Umroh
- Ibadah Haji
- Pelaksanaan Manasik Haji dan Umroh
- Haji tamattu’
- Haji ifrad
- Haji qiran
====================================================================
Informasi Jadwal Umroh Murah 2019 2020 Biaya Mulai Rp19,9 Juta
Hubungi: H. SUDJONO AF 081388097656 – WA
===================================================================
IBADAH UMROH
1. Pengertian Umroh
Umroh ialah berkunjung ke Baitullah untuk melakukan thawaf, sa’i, dan bercukur demi mengharap ridha Allah Swt.
2. Hukum Umroh
Hukum umroh wajib sekali seumur hidup. Umroh dilakukan dengan niat berihram dari miqat, kemudian thawaf, sa’i, dan diakhiri dengan memotong rambut/bercukur (tahallul umroh) dan dilaksanakan dengan berurutan (tertib). Umroh terbagi menjadi 2 (dua), umroh wajib dan umroh sunat.
- Umroh wajib ialah:
- 1). Umroh yang pertama kali dilaksanakan disebut juga umratul Islam.
- 2). Umroh yang dilaksanakan karena nazar.
- Umroh sunat ialah umroh yang dilaksanakan setelah umroh wajib baik yang kedua kali dan seterusnya dan bukan karena nazar.
3. Waktu Mengerjakan Umroh
Umroh dapat dilaksanakan kapan saja, kecuali ada beberapa waktu yang dimakruhkan melaksanakan umroh bagi jemaah haji, yaitu pada saat jemaah haji wukuf di Padang Arafat pada hari Arafah, hari Nahr (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyriq.
4. Syarat, Rukun dan Wajib umroh
- Syarat Umroh
- 1). Islam
- 2). Baligh (dewasa)
- 3). Aqil (berakal sehat)
- 4). Merdeka (bukan hamba sahaya)
- 5). Istitha’ah (mampu)
Bila tidak terpenuhi syarat ini, maka gugurlah kewajiban umroh seseorang.
- Rukun umroh
- 1). Ihram (niat)
- 2). Thawaf
- 3). Sa’i
- 4). Cukur
- 5). Tertib (melaksanakan ketentuan manasik sesuai aturan yang ada). Rukun umroh tidak dapat ditinggalkan. Bila tidak terpenuhi, maka umrohnya tidak sah.
- Wajib umroh
Wajib umroh ialah berihram dari Miqat. Apabila dilanggar maka ibadah umrohnya tetap sah tetapi harus membayar dam.
- Miqat makani untuk umroh bagi jemaah haji:
- 1). Jemaah haji yang tiba di Madinah gelombang I adalah di Bir Ali (Dzulhulaifah).
- 2) Jemaah haji gelombang II adalah di atas Yalamlam/Bandar Udara King Abdul Aziz Jeddah.
- 3) Jemaah haji yang sudah berada di Makkah ialah : Ji’ranah, Tan’im, Hudaibiyah, dan tanah halal lainnya.
Hikmah Miqat Zamani dan Miqat Makani
Miqat Zamani adalah ketentuan waktu untuk melaksanakan ibadah haji, sedangkan Miqat Makani adalah ketentuan tempat di mana seseorang harus memulai niat haji atau umroh. Kedua miqat tersebut mengisyaratkan bahwa haji mengandung nilai ibadah yang besar, dan perlunya memperhatikan waktu dan tempat dalam melaksanakan ibadah haji. Seseorang yang akan berhasil memiliki nilai kemuliaan dalam ibadah hajinya manakala dia dapat memperhatikan ketentuan waktu dan tempat, kapan dan di mana amalan ibadah haji yang rukun dan wajib dapat dimulai dan diakhiri.
4. Tahallul Umroh
Tahallul umroh adalah keadaan seseorang yang telah dihalalkan (dibolehkan) melakukan perbuatan yang sebelumnya dilarang selama berihram umroh ditandai dengan mencukur rambut.
5. Hikmah Umroh
Sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu bahwa ibadah umroh merupa- kan kewajiban tersendiri yang dibebankan kepada setiap Umat Islam yang mampu (isthitha’ah).
Adapun hikmah yang dapat diraih dalam pelaksanaan umroh ini adalah ridho Allah Swt. dan ampunan-Nya sebagaimana di dalam sabda Rasulullah Saw.:
Artinya:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda: Antara satu ibadah umroh dengan umroh yang lain merupakan penghapus dosa dari dosa dan kesalahan yang diperbuat di antaranya. (Mutafaq ’Alaih).
IBADAH HAJI
1. Pengertian Haji
Haji adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan beberapa amalan antara lain: wukuf, mabit, thawaf, sa’i, dan amalan lainnya pada masa tertentu, demi memenuhi panggilan Allah Swt. dan mengharapkan ridha-Nya.
2. Hukum Haji
Ibadah haji diwajibkan bagi kaum muslimin yang telah mencukupi syarat-syaratnya. Ibadah haji diwajibkan hanya sekali seumur hidup. Selanjutnya baik yang kedua atau seterusnya Hukumnya sunat. Akan tetapi bagi mereka yang bernazar haji menjadi wajib melaksanakannya.
3. Waktu Mengerjakan Haji
Ibadah haji dilaksanakan pada bulan haji (Dzulhijjah), yaitu pada saat jemaah haji wukuf di Padang Arafat pada hari Arafah (9 Dzulhijjah), hari Nahr (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyriq (11 s.d. 13 Dzulhijjah).
4. Syarat, Rukun dan Wajib Haji
Syarat Haji adalah:
- 1). Islam
- 2). Baligh (dewasa)
- 3). Aqil (berakal sehat)
- 4). Merdeka (bukan hamba sahaya)
- 5). Istitha’ah (mampu)
Istitha’ah artinya mampu, yaitu mampu melaksanakan ibadah haji ditinjau dari segi:
- a). Jasmani: Sehat dan kuat, agar tidak sulit melaksanakan ibadah haji.
- b). Rohani:
- (1) Mengetahui dan memahami manasik haji.
- (2) Berakal sehat dan me- miliki kesiapan mental untuk melaksanakan ibadah haji dengan perjalanan yang jauh.
c). Ekonomi:
(1) Mampu membayar Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang ditentukan oleh pemerintah yang berasal dari usaha/harta yang halal.
(2) BPIH bukan berasal dari satu- satunya sumber kehidupan yang apabila dijual menyebabkan kemudaratan bagi diri dan keluarganya.
(3) Memiliki biaya hidup bagi keluarga yang ditinggalkan.
d). Keamanan:
- (1) Aman dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji.
- (2) Aman bagi keluarga dan harta benda serta tugas dan tanggung jawab yang ditinggalkan.
- (3) Tidak terhalang seperti pence- kalan/mendapat kesempatan atau izin perjalanan haji termasuk mendapatkan kuota tahun berjalan.
5. Rukun Haji
Rukun haji ialah rangkaian amalan yang harus dilakukan dalam ibadah haji dan tidak dapat diganti dengan yang lain, walaupun dengan dam. Jika ditinggalkan maka tidak sah hajinya.
- 1). Ihram (niat)
- 2). Wukuf di Arafat
- 3). Thawaf ifadhah
- 4). Sa’i
- 5). Cukur
- 6). Tertib
6. Wajib Haji
Wajib haji ialah rangkaian amalan yang harus dikerjakan dalam ibadah haji, bila tidak dikerjakan sah hajinya akan tetapi harus membayar dam; berdosa jika sengaja meninggalkan dengan tidak ada uzur syar’i.
- 1) Ihram, yakni niat berhaji dari Miqat
- 2) Mabit di Muzdalifah
- 3) Mabit di Mina
- 4) Melontar Jamrah Ula, Wustha dan Aqabah.
- 5) Thawaf wada’ (bagi yang akan meninggalkan Makkah).
7. Hikmah Haji
Ibadah haji sebagai salah satu rukun Islam yang merupakan penutup dan penyempurna dari keislaman seseorang di hadapan tuhannya. Hikmah ibadah haji ini sangat banyak sekali yang dapat diperoleh oleh orang-orang yang melaksanakan ibadah haji sesuai dengan tata urutan rukun dan wajib haji yang dilaksanakannya. Hikmah tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari- harinya, namun secara umum hikmah haji dapat membebaskan seseorang dari dosa-dosa yang pernah di perbuatnya sehingga kembali ke ¿ trah kesuciannya sebagaimana ia waktu dilahirkan dari rahim ibunya, sesuai sabda Rasulullah Saw.:
Artinya:
Barang siapa yang melaksanakan haji karena Allah dengan tidak berbuat rafats (kata-kata kotor) dan tidak berbuat fusuk (durhaka), maka ia kembali suci seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya (tanpa dosa). (HR. Bukhari dan Muslim).
Kesucian ke¿ trahan sebagaimana disebutkan dalam hadits tersebut akan menghantarkan seseorang kepada kenikmatan surga sesuai yang disabdakan Rasulullah Saw.
Artinya:
Haji yang mabrur tiada imbalan yang setara kecuali surga. (HR. Mutafaq ’Alaih).
PELAKSANAAN MANASIK HAJI DAN UMROH
Haji Tamattu’
Haji dengan cara tamattu’ ialah mengerjakan umroh terlebih dahulu, baru mengerjakan haji. Cara ini wajib membayar dam.
- Pelaksanaan Umroh
- Pelaksanaan ihram umroh dengan mengambil miqat di Bir Ali Madinah bagi jemaah haji gelombang I dan di atas Yalamlam / di Bandar Udara King Abdul Aziz Internasional Jeddah bagi jemaah haji gelombang II dengan urutan sebagai berikut :
1). Bersuci dengan mandi dan berwudhu.
- Hikmah disunatkan mandi sebelum niat (ihram), mengisyaratkan bahwa seseorang yang dipanggil Allah Swt. untuk datang ke Baitullah seyogyanya dalam keadaan yang sempurna yaitu bersih badannya, hatinya, dan lisannya dari kotoran yang melekat, baik lahiriyah maupun batiniyah.
2). Berpakaian Ihram, jika keadaan me-mungkinkan melaksanakan shalat sunat ihram.
- Hikmah disyariatkan melepas pakaian, hanya memakai pakaian ihram, hal ini menggambarkan keadaanorang yang meninggal, yang harus melepaskan urusan dunia hanya dengan berpakaian kain kafan. Ketika Nabi Musa As. munajat kepada Allah Swt., dia diperintahkan untuk melepaskan pakaiannya (kedua sandalnya) sebagai lambang pakaian dunia. Allah Swt. ber¿ rman:
- Artinya:
- Sesungguhnya aku Tuhanmu, maka tinggalkanlah kedua terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. (QS. Toha: 12).
- Demikian pula orang yang melaksanakan haji, di mana ia datang di atas bumi yang bersih dan suci, harus melepaskan kebiasaan yang kurang baik untuk mengagungkan kebesaran Allah Swt.
3). Niat dengan mengucapkan:
- Artinya:
- Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berumroh.
- Artinya:
- Aku niat umroh dengan berihram karena Allah Ta’ala.
4). Setelah niat umroh dan selama dalam perjalanan menuju Makkah, dianjurkan membaca talbiyah, shalawat, dan do’a sampai hendak memulai thawaf.
Talbiyah, shalawat, dan do’a.
a). Talbiyah
Artinya:
Aku datang memenuhi panggilan- Mu Ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, kemuliaan dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu.
b). Shalawat
Artinya:
Ya Allah limpahkan rahmatdan salamkepada Nabi Muhammad dan keluarganya.
Artinya:
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon keridhaan-Mu dan surga-Mu, kami berlindung kepada-Mu dari kemurkaan- Mu dan siksa neraka. Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan hindarkanlah kami dari siksa neraka.
c) Hikmah Disyariatkan Talbiyah
Talbiyah adalah jawaban atas panggilan Allah Swt. untuk melaksanakan haji yang diucapkan ketika memasuki ihram haji atau umroh. Seseorang yang mengucapkan talbiyah harus didahului dengan sikap yang tulus/ikhlas, ongkos atau biaya hajinya/umrohnya diperoleh dari harta yang halal, hatinya bersih dari sifat riya, sombong, dan ingin dipuji. Tunjukkan perasaan khudhu’ (merendahkan diri) kepada Allah Swt. untuk menyaksikan keagungan dan kebesaran-Nya. Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya:
Ketika seorang yang akan berhaji keluar dari rumah dengan nafakah (ongkos haji) yang baik (halal) kemudian dia meletakkan kakinya di atas kendaraan lalu mengucapkan ”Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, aku sambut panggilan-Mu”, akan ada seseorang yang memanggil dari langit, ”Aku sambut panggilanmu dan kebahagiaan yang tiada tara untukmu, bekalmu dari yang halal dan kendaraanmu halal, hajimu mabrur tidak tercampur dengan dosa”. Dan apabila seorang yang akan berhaji keluar dari rumah dengan
bekal yang haram maka ketika dia naik kendaraan lalu mengucapkan ”Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah” tiba- tiba terdengar suara dari langit ”tidak, aku tidak menyambut panggilanmu dan engkau tidak mendapatkan kebahagiaan, bekalmu dari harta yang haram dan nafkahmu haram, hajimu, tidak mabrur”. (HR Al-Tabarani).
5). Masuk Makkah dan berdo’a.
6). Masuk Masjidil Haram melalui pintu yang mana saja dan berdo’a.
7). Melihat Ka’bah dan berdo’a.
8). Ketika melintas di Maqam Ibrahim waktu hendak mulai thawaf disunatkan berdo’a.
Thawaf
a). Syarat sah thawaf:
- (1) Suci dari hadats dan najis.
- (2) Menutup aurat.
- (3) Berada di dalam Masjidil Haram
- (4) Memulai dari Hajar Aswad.
- (5) Ka’bah berada di sebelah kiri.
- (6) Di luar Ka’bah (tidak di dalam Hijir Ismail).
- (7) Mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran.
- (8) Niat tersendiri, kalau thawafnya itu berdiri sendiri, tidak terkait dengan haji dan umroh
b). Tempat mulai thawaf adalah searah Hajar Aswad. Bila tidak mungkin mencium Hajar Aswad cukup dengan mengangkat tangan ke arah Hajar Aswad dan mengecupnya. Pada saat memulai thawaf putaran pertama mengangkat tangan ke arah Hajar Aswad dan disunatkan menghadap Ka’bah dengan sepenuh badan, apabila tidak mungkin, cukup dengan menghadapkan sedikit badan ke Ka’bah. Pada thawaf putaran kedua dan seterusnya cukup dengan menghadapkan muka ke arah Hajar Aswad dengan mengangkat tangan dan mengecupnya sambil mengucapkan:
Artinya:
Dengan nama Allah dan Allah Maha Besar.
c). Pelaksanaan thawaf sebanyak 7 (tujuh) kali putaran mengelilingi Ka’bah dengan memposisikan Ka’bah sebelah kiri badan. Selama thawaf disunatkan berdo’a dan berzikir.
d). Setiap sampai di Rukun Yamani mengangkat tangan (istilam) tanpa mengecup dan mengucapkan:
Artinya:
Dengan nama Allah, Allah Maha Besar.
e). Usahakan thawaf beregu atau berombongan.
f). Selama thawaf jangan menyentuh Ka’bah, Hijir Ismail, dan Syadzarwan.
g). Sesudah thawaf apabila keadaan memungkinkan hendaknya:
- (1) Berdo’a di Multazam, yaitu suatu tempat di antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah.
- (2) Shalat sunat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim atau sekitarnya, dan sesudah shalat berdo’a.
- (3) Setelah selesai shalat sunat thawaf sebaiknya minum air zamzam di tempat yang telah disediakan (kran dan galon) kemudian berdo’a. Jika situasi dan kondisi di sekitar Hajar Aswad sangat padat jangan memaksakan diri untuk mencium Hajar Aswad dengan berdesakan. Karena berdesakan antara lelaki dan perempuan dengan mengabaikan keselamatan diri sendiri dan orang lain hukumnya haram, terlebih lagi dengan membayar kepada seseorang.
- (4) Setelah selesai thawaf menuju ke bukit Shafa untuk melakukan sa’i. Shalat sunat Hijir Ismail adalah shalat sunat mutlak yang tidak ada kaitannya dengan thawaf dan dapat dilaksanakan kapan saja bila keadaan memungkinkan.
Hikmah Thawaf
Thawaf artinya mengitari/mengelilingi. Thawaf merupakan salah satu ibadah yang hanya dilakukan di Baitullah, yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran yang dimulai dan diakhiri di Hajar Aswad. Firman Allah Swt.:
Artinya:
Hendaklah mereka thawaf di sekeliling Bait al-Atiq (Ka’bah). (QS. al-Hajj: 29).
Thawaf membawa pesan maknawi berputar pada poros bumi yang paling awal dan paling dasar. Perputaran tujuh keliling bisa diartikan sama dengan jumlah hari yang beredar mengelilingi kita dalam setiap minggu. Lingkaran pelataran Ka’bah merupakan arena pertemuan dan bertamu dengan Allah Swt. yang dikemukakan dengan do’a dan dzikir dan selalu dikumandangkan selama mengelilingi Ka’bah. Agar kita mengerti dan menghayati hakikat Allah dan manusia sebagai makhluk-Nya, hubungan manusia dengan Pencipta dan ketergantungan manusia akan Tuhannya.
Thawaf bagai mengajak kita untuk mengikuti perputaran waktu dan peredaran peristiwa, namun tetap berdekatan dengan Allah Swt. Dengan menempatkan Allah pada tempat yang semestinya dan menjadikan diri hamba- Nya yang penuh taat dan tunduk pada Allah Swt. yang Maha Agung.
Dari sisi lain, Ka’bah merupakan simbol berkumpul (matsabatan). Orang berkumpul di Ka’bah dalam rangka melakukan thawaf, bukan hanya berkumpul secara ¿ sik, tetapi roh dan jiwa bersatu, yaitu menghadap dan menuju Allah Swt. Jadi, setiap orang thawaf diharap- kan tidak hanya selalu mengelilingi Ka’bah dengan tidak menghayati pekerjaannya, tetapi mengkonsentrasikan perlakuan dan pernyataan kepada Allah Swt. dalam hadits Nabi Muhammad Saw dijelaskan:
Artinya:
Dari Ali Ibn Abu Thalib berkata, Aku mendengar Nabi Saw. berkata kepada Abu Hurairah: ”Engkau akan menemukan orang yang lupa dan lalai ketika melaksanakan thawaf, thawaf mereka itu tidak diterima Allah dan amal itu tidak diangkat (dihitung) Allah. Hai Abu Hurairah: Jika kamu melihat mereka berbaris-baris (thawaf), maka bubarkanlah barisannya, dan katakanlah kepada mereka: thawaf ini tidak diterima oleh Allah dan amal yang tidak diangkat (dihitung) Allah.”
Berputar (mengelilingi) berarti bergerak, bergerak sebagai pertanda kehidupan. Kondisi kehidupan terus berputar di antara manusia, jatuh bangun, kaya miskin mewarisi ke- hidupan manusia silih berganti. Dikatakan bahwa selagi masih ada orang thawaf, maka kiamat tidak akan terjadi. Hari kiamat baru akan terjadi manakala sudah tidak seorang pun yang thawaf mengelilingi Ka’bah di mana langit akan runtuh menimpa bumi. Thawaf pada lahirnya ialah mengelilingi Ka’bah, bangunan dari batu-batu hitam, tetapi pada hakikatnya kita mengelilingi yang punya bangunan itu, Rabbul Bait yang Maha Agung. Yang mengelilingi adalah batin kita, hati kita walau sudah di luar thawaf tetap sadar bahwa kita lahir di dunia atas kehendak Allah. Hidup kita selalu bersama Allah Swt. (ahya wa amut), dan pada akhirnya kita akan kembali kepada Allah Swt.
Thawaf juga mengingatkan kita kepada orang yang membangun Ka’bah adalah Nabi Ibrahim As. bersama putranya Isma’il As., yang menguatkan keyakinan bahwa Islam yang kita anut ini merupakan kelanjutan dari yang pernah diajarkan oleh Nabi Ibrahim As.
Shalat sunat dua rakaat setelah thawaf di belakang Maqam Ibrahim (tempat berdiri Nabi Ibrahim As. ketika membangun Ka’bah), yang dilakukan sebelum berdoa di Multazam jika mungkin, juga mengingatkan adanya hubungan agama yang disampaikan Nabi Muhammad Saw. dengan agama yang disampaikan Nabi Ibrahim As. Perbuatan yang dilakukan dalam thawaf makin mengukuhkan keimanan dan ketauhidan kaum muslimin serta memantapkan ke Islamannya.
Hikmah Mencium Hajar Aswad
Mencium Hajar Aswad sunat bagi orang laki-laki. Mencium Hajar Aswad itu mengikuti amaliah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim As., dan juga dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Nilai yang menonjol dalam mencium Hajar Aswad adalah nilai kepatuhan mengikuti Sunnah Rasul. Dalam hubungan ini riwayat tentang sahabat Umar Ra. ketika mencium Hajar Aswad mengatakan:
Artinya:
Umar RA. berkata: “Sungguh aku mengetahui engkau hanyalah batu, sekiranya aku tidak melihat kekasihku Rasulullah Saw. telah menciummu dan mengusapmu, niscaya aku tidak akan mengusapmu dan menciummu.” (HR. Ahmad).
Dalam riwayat lain, bahwa Umar menghampiri Hajar Aswad, kemudian menciumnya seraya mengatakan:
Artinya:
Sungguh aku mengetahui bahwa engkau hanyalah batu, kamu tidak mampu memberi mudharat maupun manfaat, sekiranya aku tidak melihat Rasulullah Saw. menciummu niscaya aku tidak akan menciummu. (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Saw. telah memberikan tuntunan dalam bersikap terhadap Hajar Aswad sangat bijaksana. Jika mungkin, orang thawaf supaya mencium Hajar Aswad. ika tidak mungkin cukup menyentuhnya dengan tangan. Kemudian mencium tangannya yang telah menyentuh Hajar Aswad itu. Jika tidak mungkin cukup berisyarat dari jauh, dengan tangan atau tongkat yang dibawa kemudian menciumnya. Dengan demikian mencium Hajar Aswad itu mencerminkan sikap kepatuhan seorang muslim mengikuti tuntunan Rasulullah Saw.
Sa’i
a). Syarat sah sa’i:
- (1) Didahului dengan thawaf.
- (2) Dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah.
- (3) Memotong / memutus setiap perjalanan antara Shafa dan Marwah.
- (4) Menyempurnakan 7 (tujuh) kali perjalanan.
- (5) Dilaksanakan di tempat Sa’i.
- a).Sa’i tidak disyaratkan suci dari hadast besar dan hadast kecil.
- b). Berdo’a ketika hendak mendaki bukit Shafa.
- c). Setibanya di atas bukit Shafa menghadap kiblat dan berdo’a.
- d). Memulai perjalanan sa’i dari bukit Shafa menuju bukit Marwah dan berdo’a.
- e). Perjalanan yang dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit Marwah sebanyak tujuh kali perjalanan.
- f). Perjalanan dari bukit Shafa ke Marwah dihitung satu kali perjalanan, demikian juga dari bukit Marwah ke bukit Shafa dihitung satu kali perjalanan, sehingga hitungan ketujuh berakhir di Marwah.
- g). Setiap melintasi antara dua pilar hijau (lampu hijau), khusus bagi laki-laki disunatkan berlari-lari kecil, dan bagi perempuan cukup berjalan biasa sambil berdo’a.
- h). Setiap mendaki bukit Shafa dan bukit Marwah dari ketujuh perjalanan sa’i tersebut hendaklah membaca do’a.
Hikmah Sa’i
Kata sa’i artinya usaha, yang bisa pula dikembangkan artinya berusaha dalam hidup, baik pribadi, keluarga, maupun masyarakat. Pelaksanaan sa’i antara bukit Shafa dan Marwah melestarikan pengalaman Siti Hajar (Ibu Nabi Ismail As.) ketika mondar-mandir antara dua bukit itu untuk mencari air minum bagi dirinya dan puteranya, di saat beliau kehabisan air dan keringatnya pun kering, di tempat yang sangat tandus, dan tiada seorang pun dapat dimintai pertolongan.
Nabi Ibrahim As., suami Siti Hajar dan ayahanda Nabi Ismail As. tidak berada di tempat, berada di tempat yang sangat jauh di Negeri Syam. Kasih sayang seorang ibu yang mendorong Siti Hajar mondar mandir antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7 (tujuh) kali. Jarak antara bukit Shafa dan Marwah ± 400 meter. Sehingga Siti Hajar menempuh jarak hampir 3 km. Akhirnya Allah memberi nikmat berupa mengalirnya mata air Zamzam. Pada peristiwa ini digambarkan bagaimana kasih sayang seorang ibu kepada anaknya yang harus menjadi teladan bagi kaum muslimin. Sa’i memberikan makna sikap optimis dan usaha yang keras serta penuh kesabaran dan tawakkal kepada Allah Swt. Kesungguhan yang dilakukan oleh Siti Hajar dengan 7 (tujuh) kali perjalanan memberikan arti bahwa hari-hari kita yang berjumlah tujuh hari setiap minggunya haruslah diisi dengan penuh usaha dan kerja keras. Pekerjaan yang dilakukan de- ngan sungguh-sungguh sangat disenangi
Artinya:
Dari ’Aisyah RA. berkata, Rasulullah Saw. bersabda: Sungguh, Allah sangat senang jika salah satu di antara kalian melakukan suatu pekerjaan dengan sungguh-sungguh. (HR. al-Thabrani).
Dengan menghayati dan meresapi syari’at sa’i akan muncullah di dalam diri kita sikap-sikap positif menghadapi berbagai tantangan hidup, antara lain: kerja keras, optimis, kesungguhan, keikhlasan, kesabaran, dan tawakkal.
Hikmah Berjalan Cepat (Setengah Lari)
Ramal adalah jalan cepat. Salah satu hikmah disyari’atkan berjalan cepat adalah untuk menunjukkan kepercayaan diri, keyakinan, kekuatan dan kebesaran kaum muslimin serta keluhuran agama mereka, sekaligus menakut-nakuti orang-orang musyrik dan kafir pada waktu itu.
Dikisahkan tatkala Rasulullah Saw. dan sahabat memasuki kota Makkah sesudah hijrah, maka orang-orang Quraisy berkumpul di Darun Nadwah melihat orang-orang Islam sambil mengejeknya dan menganggap lemah mereka, seraya menyatakan, “Demam Yatsrib (Madinah) sudah melemahkan mereka”. Rasul lalu menyampaikan kepada sahabat:
Artinya:
Berlari-lari kecillah mengelilingi Ka’bah tiga kali supaya orang-orang musyrik menyaksikan kekuatan kamu. (HR. Ahmad).
Bercukur/memotong rambut (tahallul).
Dengan selesainyasa’i kemudian bercukur/memotong rambut (tahallul) maka selesailah pelaksanaan umroh. Ketentuan cara memotong rambut adalah:
- a). Bagi laki-laki dengan memotong sebagian rambut kepala atau mencukur. Jika mencukur dimulai dari separuh kepala bagian kanan kemudian separuh bagian kiri.
- b). Bagi perempuan hanya memotong sebagian rambut kepala (minimal 3 helai).
- c). Bagi jemaah yang tidak tumbuh rambut kepala (botak), cukup dengan menempelkan pisau cukur/gunting sebagai isyarat mencukur/memotong rambut.
Hikmah Bercukur:
Mencukur rambut adalah penegasan dan realisasi akan selesainya masa ihram. Sedangkan perintah untuk mencukur rambut (tahallul) adalah agar kotoran yang melekat pada rambut menjadi hilang karena rambut kepala berfungsi menjaga otak dari berbagai penyakit dan otak yang sehat akan membuahkan pemikiran yang positif. Mencukur rambut hanya dipe- rintahkan kepada kaum laki-laki se- dang perempuan tidak wajib, hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad Saw:
Artinya:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak ada keharusan bagi perempuan untuk bercukur (dalam tahallul), akan tetapi diharuskan untuk memotong (rambut kepala). (HR. Abu Dawud).
Pelaksanaan Ibadah Haji
Pada tanggal 8 Dzulhijjah jemaah haji yang melaksanakan haji tamattu’ mempersiapkan pelaksanaan hajinya dengan mengambil miqat di pemondokan
Makkah. Dengan kegiatan sebagai berikut:
1). Di Makkah
- (a) Bersuci yaitu mandi dan berwudhu
- (b) Berpakaian ihram, jika keadaan memungkinkan melaksanakan shalat sunat ihram.
- (c) Niat dengan mengucapkan:
Artinya:
Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah untuk berhaji.
Atau mengucapkan:
Artinya:
Aku niat haji dengan berihram karena Allah Ta’ala.
- (d) BerangkatmenujuPadangArafatpada tanggal 8 Dzulhijjah. Keberangkatan lebih awal ini sebagai persiapan dan demi menjaga kelancaran dan kema- slahatan jemaah, mengingat jumlah jemaah haji yang sangat besar. Bagi jemaah yang ingin ke Mina pada hari Tarwiyah agar berkoordinasi dengan Maktab dan Ketua Kloter.
- (e) Membaca talbiyah, shalawat, dan berdo’a (lafaznya sama seperti ketika waktu umroh).
- (f) Waktu masuk Padang Arafat hendaknya berdo’a.
2). Di Padang Arafat
(a) Di Arafat (pada tanggal 8 Dzulhijjah hingga 9 Dzulhijjah menjelang wukuf):
- (1) Menunggu waktu wukuf dengan berzikir, tasbih dan membaca Al-Qur’an.
- (2) Memperbanyak bacaan talbiyah dan berdo’a.
(b) Wukuf tanggal 9 Dzulhijjah dimulai ba’da zawal hingga terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Kadar lama wukuf menurut Mazhab Sya¿ ’i cukup sesaat baik siang maupun malam. Menurut Mazhab Maliki dan Mazhab Hana¿ wukuf harus menemui waktu siang dan waktu malam. Kegiatan wukuf adalah:
- (1) Didahului dengan mendengarkan khutbah wukuf.
- (2) Shalat Zhuhur dan Ashar jama’ taqdim qasar, dilanjutkan dengan melaksanakan wukuf.
- (3) Selama wukuf memperbanyak talbiyah, zikir, membaca Al-Qur’an dan berdo’a.
- (4) Wukuf diakhiri dengan shalat Maghrib dan Isya’ jama’ taqdim dan qasar, selanjutnya bersiap-siap menuju Muzdalifah.
Hikmah Wukuf
Makna Wukuf adalah berhenti, diam tanpa bergerak. Makna istilahnya ialah berkumpulnya semua jemaah haji di Padang Arafat pada tanggal 9 Dzulhijah, hari itu adalah puncaknya ibadah haji dan wukuf adalah sebesar-besar rukun haji. Seperti dinyatakan oleh Rasulullah Saw:
Artinya:
Haji adalah (wukuf) pada hari Arafah. (HR. Bukhari dan Muslim).
Jika dikaitkan dengan thawaf, maka setelah kehidupan diwarnai dengan gerakan, maka pada suatu saat gerakan itu akan berhenti. Manusia suatu saat jantungnya akan berhenti berdetak, matanya akan berhenti berkedip, kaki dan tangannya akan berhenti melangkah dan berkeliat. Ketika semua yang bergerak itu berhenti, maka terjadilah kematian, dan manusia sebagai mikro kosmos pada saatnya nanti akan dikumpulkan di Padang Mahsyar, maka Padang Arafat menjadi lambang dari Padang Mahsyar. yang digambarkan dalam sebuah Hadist Nabi ”pada hari di mana tidak ada lagi pengayoman selain pengayoman-Nya”.
Padang Arafat adalah lokasi tempat berkumpulnya jemaah haji. Arafat adalah lambang dari maqam ma’rifah billah yang memberikan rasa dan citra bahagia bagi ahli ma’rifah yang tidak dapat dirasakan oleh sebagian besar para jemaah yang wukuf. Di Arafatlah tempat berkumpulnya jemaah haji yang datang dari berbagai penjuru dunia, yang berbeda-beda bahasa dan warna kulitnya, tetapi mereka mempunyai satu tujuan yang dilandasi persamaan, tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin, antara yang besar dan kecil, antara pejabat dan rakyat biasa, di situlah tampak nyata persamaan yang hakiki. Arafat yang menjadi sepenting-penting syiar haji diambil dari kata ta‘aruf yang artinya saling mengenal dan saling mengenal itu adalah menuju saling menolong, saling membantu di antara mereka. Mu’tamar akbar ini masih akan berlanjut jika para jemaah haji berkumpul di Mina, alangkah hebatnya peristiwa ini, karena setiap tahun akan berulang sampai hari kiamat tiba.
Arafat Tempat Pembebasan
Wukuf di Padang Arafat bagi jemaah haji yang hanya diberi kesempatan waktu sejak tergelincir matahari tanggal 9 Dzulhijjah itu mempunyai arti yang sangat penting bagi jemaah haji. Pada hari Arafah jemaah haji dari berbagai penjuru dunia berkumpul di satu tempat untuk melaksanakan rukun haji yang menentukan sah atau tidaknya ibadah haji.
Setelah wukuf dilakukan, jemaah haji merasakan bebas dari beban dosa kepada Allah yakin do’anya dikabulkan, dorongan untuk melakukan kebaikan lebih banyak terasa sangat kuat, dan rahmat Allah Swt. pun dirasakan menentramkan jiwanya. Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad Saw. disebutkan:
Artinya:
Nabi Muhammad Saw wukuf di Arafat, di saat matahari hampir terbenam, Beliau berkata:“Wahai Bilal suruhlah ummat manusia mendengarkan saya.
”Maka Bilal pun berdiri seraya berkata, “Dengarkanlah Rasulullah Saw” maka mereka mendengarkan, lalu Nabi bersabda: “Wahai umat manusia, baru saja Jibril AS. datang kepadaku, maka dia membacakan salam dari Tuhanku, dan dia mengatakan: “Sungguh Allah Swt. mengampuni dosa-dosa orang-orang yang berwukuf di Arafat, dan orang-orang yang bermalam di Masy’aril Haram (Muzdalifah), dan menjamin membebaskan mereka dari tuntutan balasan dan dosa-dosa mereka. Maka Umar ibn Khattab pun berdiri dan bertanya, Ya Rasulullah, apakah ini khusus untuk kita saja? Rasulullah menjawab, Ini untukmu dan untuk orang-orang yang datang sesudahmu hingga hari kiamat kelak. Umar RA. pun lalu berkata, Kebaikan Allah sungguh banyak dan Dia Maha Pemurah. (HR. Ibnu Mubarik dari Sufyan al- Tsauri dari Zubair ibn Uday dari Anas).
Dalam hadits lain, Nabi Muhammad Saw. mengatakan:
Artinya:
Tiada hari yang lebih banyak Allah membebaskan seorang hamba dari neraka selain dari Hari Arafah. (HR. Muslim).
(c) Berangkat menuju Muzdalifah:
- (1) Sesudah Shalat Maghrib dan Isya meninggalkan Arafat menuju Muzdalifah, dan akhir waktunya adalah sebelum fajar tanggal 10 Dzulhijjah kecuali ada udzur syar’i boleh setelah fajar.
- (2) Waktu berangkat dari Arafat dianjurkan membaca talbiyah dan do’a.
3). Di Muzdhalifah
Di Muzdalifah (pada malam tanggal 10 Dzulhijjah).
- (a) Selama di Muzdalifah jemaah diharap membaca talbiyah, zikir, do’a, dan membaca Al-Qur’an.
- (b) Mabit di Muzdalifah cukup sejenak (kadar lamanya cukup turun sebentar, mengambil batu kerikil, kemudian naik kendaraan dan berangkat lagi). Bagi jemaah yang tiba di Muzdalifah sebelum tengah malam, harus menunggu sampai lewat tengah malam.
- (c) Mencari dan mengambil kerikil.
- (d) Setelah lewat tengah malam menuju Mina.
- (e) Jemaah haji yang karena sesuatu hal langsung ke Makkah maka sebaiknya melakukan thawaf ifadhah dan sa’i terle- bih dahulu kemudian memotong rambut/ cukur (tahallul awal), baru menuju mina untuk melontar jamrah aqabah (tahallul tsani).
Hikmah Mabit di Muzdalifah
Setelah tenggelam matahari pada hari Arafah, maka jemaah haji meninggalkan Arafat menuju ke Muzdalifah untuk berhenti, istirahat dan bermalam di situ. Itulah yang disebut mabit. Minimal setelah lewat tengah malam baru dibolehkan bergerak menuju Mina. Selama mabit di Muzdalifah jemaah di sunatkan me- mungut kerikil (batu kecil) sedikitnya 7 butir untuk melontar Jamrah Aqabah esok paginya sesampainya di Mina. Mabit dan istirahat di Muzdalifah itu bagai pasukan tentara yang sedang menyiapkan tenaga dan memungut kerikil itu bagaikan menyiapkan senjata dalam rangka berperang melawan musuh laten manusia, yaitu syetan yang terkutuk.
Di Mina
(a) Memasuki kemah yang telah disiapkan sambil istirahat menunggu pelaksanaan melontar jamrah sesuai jadwal dan waktu yang telah ditetapkan.
(b) Tanggal 10 Dzulhijjah melontar Jamrah Aqabah sebanyak 7 (tujuh) kali lontaran kemudian memotong rambut/bercukur (tahallul awal) dan melepas ihram kemudian berganti pakain.
(c) Tanggal 11 Dzulhijjah mabit di Mina dan melontar ke 3 Jamarat (Ula, Wustha dan Aqabah) masing-masing 7 (tujuh) kali lontaran.
(d) Tanggal 12 Dzulhijjah mabit di Mina dan melontar ke 3 Jamarat (Ula, Wustha dan Aqabah). Bagi yang akan mengambil Nafar Awal dianjurka meninggalkan Mina menuju Makkah sebelum terbenam matahari.
(e) Tanggal 13 Dzulhijjah mabit di Mina dan melontar ke 3 Jamarat (Ula, Wustha dan Aqabah) kemudian meninggalkan Mina menuju Makkah bagi yang melakukan Nafar Tsani.
(f) Waktu mabit di Mina adalah sepanjang malam hari, dimulai dari waktu maghrib sampai dengan terbit fajar. Akan tetapi kadar lamanya mabit di Mina adalah mendapatkan sebagian besar waktu malam (mu’dhomul lail).
(g) Waktu melontar Jamrah Aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah dimulai sejak matahari terbit, namun mengingat padatnya jemaah haji yang melontar pada waktu itu, maka dianjurkan melontar mulai siang hari.
(h) Waktu melontar pada hari tasyriq tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah menurut jumhur ulama dimulai setelah tergelincir matahari. Namun Imam Ro¿ ’i dan Imam Isnawi dalam Mazhab Sya¿ ’i membolehkan melontar sebelum tergelincir matahari (qobla zawal) yang dimulai sejak terbit fajar. Pendapat tersebut dapat diamalkan meskipun sebagian ulama menilai dhaif/ lemah (Kep. Muktamar NU ke-29 tanggal 4 Desember 1994).
(i) Bagi jemaah yang membadalkan lontar, meniatkan lontarannya untuk jemaah yang dibadalkan setelah melontar untuk dirinya sendiri.
(j) Bagi jemaah haji yang mengambil Nafar Awal, maka meninggalkan Mina tanggal 12 Dzulhijjah, sedangkan yang mengambil Nafar Tsani, meninggalkan Mina tanggal 13 Dzulhijjah.
(k) Hikmah Mabit di Mina
Jemaah haji melaksanakan Mabit di Mina sebagai kelanjutan dari suatu pelaksanaan ibadah sebelumnya, dan dilaksanakan pada tanggal 10, 11 dan 12 Dzulhijjah (bagi jemaah yang Nafar Awal), dan tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah bagi yang Nafar Tsani. Selama mabit di Mina, jemaah haji harus mampu menghayati makna dan hikmah, dengan banyak dzikir, berdo’a dan menghayati perjalanan Rasulullah Saw dan para Nabi sebelum- nya. Dalam Al Qur’an dijelaskan dengan fi rman-Nya:
Artinya:
Dan berzikirlah kamu kepada Allah pada hari- hari yang terbilang. (QS. Al-Baqarah: 203).
Rasulullah Saw bersabda:
Artinya:
Hari-hari (tinggal) di Mina adalah tiga hari. (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Maka terdapat dua pekerjaan yang perlu dilakukan oleh jemaah haji selama di Mina: Pertama, melontar jamarat, yang pada hari Nahr melontar Jamrah Aqabah dan pada hari Ayyamut Tasyriq melontar Jamrah Ula, Jamrah Wustho dan Jamrah Aqabah. Kedua, mabit, yakni tinggal dan menginap di Mina selama malam hari Ayyamut Tasyriq.
Aisyah Ra, Istri Rasulullah Saw mengemukakan:
Artinya:
Rasulullah Saw. melakukan ifadhah (thawaf ke Makkah), kemudian kembali ke Mina, lalu tinggal di Mina selama tiga hari Tasyriq. (HR. Ibnu Hibban).
Di antara keistimewaan Mina adalah kawasan ini pada hari biasa tampak sempit dan selalu menjadi luas secara otomatis sehingga dapat menampung seluruh jemaah, hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. yang artinya “Sesungguhnya Mina ini seperti rahim, ketika terjadi kehamilan, daerah ini diluaskan oleh Allah Swt.”. Maka semestinya kita tidak perlu khawatir tidak dapat tempat di Mina.
(l) Hikmah Melepaskan Pakaian Ihram Melepaskan kain ihram setelah tahallul sebagai gambaran bahwa akhir dari kegiatan urusan dunia, karena ibadah akan dibalas dengan Surga, yakni mereka diperbolehkan mengerjakan keinginan (syahwat) yang terlarang dan mereka menikmati dengan baik apa yang tersedia di dalam Surga.
(m) Hikmah Melontar Jamrah
Setelah jemaah haji meninggalkan Arafat menuju Muzdalifah untuk mabit dan untuk selanjutnya menuju Mina tempat Nabi Ibrahim As. akan melaksanakan perintah Allah Swt. untuk menyembelih puteranya Ismail As. Sebelum sampai di tempat yang dituju, Nabi Ibrahim As. digoda oleh iblis untuk membatalkan niatnya melaksanakan perintah Allah Swt. itu. Di tiga tempat Nabi Ibrahim As. digoda, dan di setiap tempat iblis menggoda itu Nabi Ibrahim As. melontarkan batu tertuju kepada iblis.
Demikianlah iblis akan selalu menggoda manusia untuk tidak mentaati perintah Allah Swt. Betapapun kecilnya kadar kebajikan yang akan dilakukan oleh manusia, godaan iblis pasti senantiasa menghadang.
Al-Qur’an menceritakan ikrar iblis, yang dinilai sesat dan dilaknat oleh Allah Swt. setelah menolak perintah untuk bersujud kepada Nabi Adam AS. dan minta diberi kesempatan hidup hingga hari manusia dibangkitkan (hari kiamat), lalu dikabulkan oleh Allah Swt., firmanNya:
Artinya:
Iblis mengatakan; “Tuhanku, karena Engkau telah menilaiku sesat, niscaya akan kuhiasi kehidupan manusia di bumi, dan akan kusesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu di antara mereka yang ikhlas, hidup mentaati petunjuk-petunjuk- Mu. (QS. Al-Hijr: 40-41).
Melontar jamarat mengingatkan jemaah haji bahwa iblis senantiasa berusaha menghalangi orang mukmin yang akan melakukan kebaikan.
Dalam Hadits Nabi Muhammad Saw diingatkan:
Artinya:
Sungguh syetan mengalir pada manusia sebagaimana jalannya darah. (HR. Bukhori).
Syetan tidak akan pernah berhenti menggoda dan tidak mudah dirasakan godaannya. Orang-orang yang hidup ikhlas sajalah yang akan mampu menanggulangi godaan syetan itu. Nabi Ibrahim As. selamat dari godaan iblis, karena ikhlasnya menjalani hidup mentaati perintah-perintah Allah Swt., meskipun menghadapi ujian sangat berat, diperintahkan untuk menyembelih puteranya Ismail As.
Melontar Jamrah mempunyai hikmah yang besar sekali. Dimaksudkan sebagai lambang lemparan terhadap iblis yang dilaknat oleh Allah Swt. Jamrah itupun ada tiga: Jamrah Kubra, Jamrah Wustha dan Jamrah Shugra. Hikmah melempar Jamrah adalah untuk mengikuti jejak Nabi Ibrahim As. Allah Swt. mewahyukan kepadanya di tanah yang suci ini untuk meyembelih puteranya. Dan beliau pun mematuhi perintah-Nya. Beliau berangkat untuk melaksanakan perintah Allah Swt. Tiba-tiba syetan menggodanya agar tidak melaksanakan penyembelihan itu. Maka Ibrahim As. mengambil batu-batu kecil lalu melempar syetan-syetan itu dengan batu tersebut. Lemparan ini dilaksanakan di tempat pelemparan jamrah yang pertama. Ketika iblis melihat hal tersebut, maka segera menghubungi Siti Hajar dan mengejek perbuatan Nabi Ibrahim As. menyembelih puteranya yang merupakan buah hatinya.
Lalu Siti Hajar pun mengambil batu- batu dan melemparkannya kepada iblis. Lemparan itu pun dilakukan di tempat pelemparan jamrah yang ke- dua. Maka tidak ada jalan lain bagi iblis kecuali mendekati Nabi Ismail As. dan mengejek perbuatan ayahnya sambil berkata, bahwa perbuatannya itu belum pernah terjadi dalam sejarah manusia di dunia sejak ia diciptakan oleh Allah Swt. Maka Nabi Ismail As. mengambil segenggam kerikil dan melemparkannya kepada iblis. Lemparan itu dilakukan di tempat pelemparan jamrah yang ketiga. Karena iblis menggoda Ibrahim As., Siti Hajar dan Ismail As. yang masing- masing melemparkan batu kepada iblis, maka mengikuti jejak mereka seolah- olah kita juga ikut melempari iblis yang dikutuk oleh Allah Swt. itu. Dan ju- ga karena iblis dilaknat Allah Swt. itu musuh umat manusia, dan ingin men- jerumuskan mereka ke dalam perbuatan maksiat dan mengerjakan sesuatu yang merusak ibadah haji mereka, serta meng- godanya, sebagaimana menggoda Nabi Ibrahim As., Siti Hajar, dan Nabi Ismail As. Dan juga menghinakan iblis yang dilaknat Allah Swt. sehingga putuslah harapannya yang ingin menjadikan jemaah haji tunduk dan taat kepadanya.
(n) Hikmah Nafar
Nafar dalam bahasa dapat diartikan rombongan atau gelombang keberangkatan jemaah haji meninggalkan Mina. Nafar terbagi dua, yaitu: nafar awal dan nafar tsani. Nafar awal di mana jemaah haji menyelesaikan semua kewajiban hajinya di Mina sampai hari kedua Tasyriq (12 Dzulhijjah). Sedangkan nafar tsani diharuskan bermalam lagi di Mina dan melontar Jamrah esok harinya (13 Dzulhijjah) baru kemudian meninggalkan
Hikmah adanya penetapan hukum nafar seperti itu berdasarkan Firman Allah Swt. dan amaliyah Rasulullah Saw memberikan satu kontribusi alternatif untuk dipilih oleh seorang jemaah berdasarkan kepentingan masing-masing. Dalam pengaturan tersebut tercermin toleransi dan kehanifan ajaran Islam, walaupun dalam batas-batas tertentu, karena kecenderungan untuk melakukan nafar awal tidak dapat dipilih begitu saja tanpa adanya pertimbangan kepentingan pribadi atau maslahah umum. Seperti karena kepentingan kepulangan ke kampung halaman. Oleh karena itu Umar bin Al Khattab, melarang penduduk kota Makkah untuk nafar awal karena mereka tidak didesak oleh kepentingan kepulangan ke daerah asal, seperti yang dijelaskan dalam kitab Mausu’ah Fikhi Umar bin Khattab.
Sedangkan para Imam yang lain ada yang membolehkan secara umum walaupun mereka tidak berdosa akan tetapi kehilangan fadhilah sebagaimana Firman Allah Swt.:
Artinya:
Dan barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertaqwa (yang memiliki nafar awal atau tsani karena taqwa bukan dengan alasan lain). (QS. Al- Baqarah: 203).
(o) Hikmah Dam
Dam menurut bahasa artinya darah. Dam adalah suatu amalan ibadah yang wajib dilakukan oleh orang yang melakukan ibadah haji atau umroh karena sebab- sebab tertentu baik sebagai suatu ketentuan tatacara beribadah haji yang dipilih oleh jemaah (tamattu’ dan qiran) atau adanya sesuatu pelanggaran yang disebabkan meninggalkan sesuatu yang diperintahkan atau mengerjakan sesuatu yang diharamkan dalam ibadah haji dan umroh.
Hikmah yang harus kita fahami adalah menyadari kembali bahwa ibadah haji adalah laksana jihad menegakkan agama Allah Swt., di mana jihad itu sudah barang tentu berakibat mengalirnya darah sebagai syahid. Menegakkan agama dengan jihad berarti membela iman kepada Allah Swt., yang pada akhirnya menempati posisi keyakinan, “hidup dan mati adalah karena Allah, termasuk mati dengan mengeluarkan darah”.
(p) Hikmah Penyembelihan Qurban
Hikmah penyembelihan qurban adalah
mengikuti jejak Nabi Ibrahim As. Di mana Allah Swt. memerintahkan kepadanya lewat mimpinya agar me- laksanakan qurban dengan mentaati-Nya. Kemudian Allah Swt. menggantikannya dengan binatang sembelihan yang besar. Dalam hal ini ada dua hikmah.
(1) Memperlihatkan ketaatan yang sempurna kepada Allah Swt. Yang Maha Agung, walaupun diperintah untuk menyembelih putra kesayangannya.
(2) Menunaikan kewajiban bersyukur kepada Allah Swt. berupa nikmat tebusan. Di mana Allah Swt. sudah menjadikan orang yang menyembelih binatang termasuk orang yang bersedekah dari nikmat Allah Swt. bukan termasuk orang- orang fakir yang berhak menerima sodaqah. Dan tidak diragukan lagi ini merupakan nikmat yang besar. Jemaah haji yang melakukannya berada di tingkatan tertinggi. Sebab tidak ada kedudukan paling tinggi dalam ketaatan manusia kepada
Tuhannya, melebihi taat kepada- Nya dalam setiap perintah yang diperintahkan, walaupun sampai disuruh untuk menyembelih pu tra yang menjadi buah hatinya.
5). Di Makkah (setelah wukuf)
(a) Setelah tiba di Makkah agar melaksanakan thawaf ifadhah dan sa’i (tahallul tsani).
(b) Dengan demikian berarti telah selesai rangkaian pelaksanaan haji tamattu’.
6). Pemberangkatan ke Tanah Air.
Menjelang keberangkatan ke Tanah Air bagi gelombang I dan ke Madinah bagi gelombang II, jemaah haji diwajibkan melakukan thawaf wada’.
Hikmah thawaf wada’
Thawaf wada’ dikerjakan oleh jemaah haji saat akan meninggalkan Makkah, yakni meninggalkan Masjidil Haram baik untuk kembali ke Tanah Air atau akan ziarah ke Madinah.
Kata Wada’ artinya perpisahan. Jadi thawaf wada’ yaitu thawaf perpisahan dengan Ka’bah Al Musyarrofah, Masjidil Haram dan sekaligus dengan Tanah Haram Makkah. Dalam thawaf wada’ atau thawaf perpisahan ini ada beberapa hal yang dapat diungkapkan dan diharapkan kepada Allah Swt., antara lain sebagai berikut:
(a) Bersyukur kepada Allah Swt. atas rahmat- Nya, sehingga dengan itu semua pengerjaan ibadah haji atau umroh dapat diselesaikan dengan baik dan semaksimal mungkin. Berbagai nikmat dan rahmat telah diperoleh selama dalam perjalanan. Dari sekian banyak umat yang ingin melaksanakan haji atau umroh kita diberi kesempatan oleh Allah Swt. untuk menunaikannya. Sehingga dengan telah melaksanakan rukun Islam itu. Berbagai janji kebaikan kepada Allah Swt. kelak akan diterima setelah kembali dari melaksanakan ibadah haji, baik di dunia maupun diakhirat nanti, Insya Allah.
(b) Mengharap kepada Allah Swt. agar semua amal ibadah yang dikerjakan, tenaga dan waktu yang dihabiskan, uang dan dana yang dikeluarkan untuk melaksanakan iba- dah haji atau umroh benar-benar mabrur, memperoleh balasan yang dijanjikan Allah yaitu surga. Karena dalam pelaksanaan ibadah ini tidak ada yang diinginkan ke- cuali ridha, pengampunan dan balasan pahala dari Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda:
Artinya :
Barang siapa yang melaksanakan haji karena Allah dengan tidak melakukan rafats (kata-kata kotor) dan tidak berbuat fusuk (durhaka), maka ia kembali suci seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya (tanpa dosa). (HR. Bukhari dan Muslim).
(c) Perjalanan dari Indonesia ke Tanah Suci Makkah dan kembali ke Tanah Air, tentulah perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, serta perjalanan yang beresiko tinggi dan menghadapi tantangan yang berat. Dalam thawaf wada’ ini, do’a kita hadapkan kepada Allah Swt., agar selama dalam perjalanan senantiasa dilindungi-Nya dengan keselamatan dan kesehatan. Perjalanan yang demikian panjang, bahkan semua perjalanan hidup, perlu mendapat lindungan Allah Swt. Dialah yang Maha Bijaksana dan Maha Kuasa mengatur segala perjalanan dan melindungi semuanya.
(d) Mengerjakan haji merupakan kewajiban sekali seumur hidup, tetapi tidak salah pula bila seseorang ingin mengerjakannya lebih dari satu kali selama hidup. Pertemuan atau berada di Ka’bah memiliki mak- na tersendiri bagi setiap orang yang mengerjakan haji atau umroh. Baitullah bukan hanya sekedar “rumah” yang ditatap hanya sepintas dan kemudian ditinggal- kan. Baitullah ternyata menjadi sum- ber kerinduan bagi seluruh jemaah haji. Setiap jemaah yang meninggalkan Ka’bah rindu untuk kembali ke sana, bahkan tidak sedikit orang yang meneteskan air mata karenanya. Berbeda dengan ketika melihat dan menyaksikan suatu tempat yang lain yang tanpa kesan dan tidak tertarik lagi untuk kedua kali dan seterusnya. Berbeda dengan melihat Ka’bah, setelah melihatnya atau berada di sana, muncul keimanan dalam hati. Oleh sebab itu, pada thawaf ini kita berdo’a agar dapat berkunjung lagi ke Baitullah.
Catatan:
Haji tamattu’ bisa diubah menjadi haji qiran dengan mengubah niat ihram umroh menjadi niat ihram haji dan umroh sekaligus, karena suatu alasan yang dibenarkan syara’ dan yang bersangkutan dikenakan dam, antara lain:
(a) Perempuan karena haid/nifas setibanya di Makkah tidak dapat melaksanakan thawaf umroh sampai datang waktu wukuf.
(b) Jemaah haji yang karena sakit setibanya di Makkah tidak dapat melaksanakan thawaf umroh sampai tibanya waktu wukuf.
- Haji ifrad
- Haji ifrad ialah mengerjakan haji saja. Cara ini tidak wajib membayar dam, pelaksanaan haji dengan cara ifrad ini dapat dipilih oleh jemaah haji yang kedatangannya mendekati waktu wukuf ± 5 (lima) hari sebelum wukuf.
- Pelaksanaannya
1). Bersuci yaitu mandi dan berwudlu.
2). Berpakaian ihram.
3). Shalat sunat 2 (dua) rakaat.
4). Niat untuk berhaji mengucapkan:
Artinya:
Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah untuk berhaji.
Atau mengucapkan:
Artinya:
Aku niat haji dengan berihram karena Allah Ta’ala.
- Tiba di Makkah
1). Bagi jemaah haji yang bukan penduduk Makkah yang menunaikan haji ifrad pada waktu kedatangannya di Makkah disunatkan mengerjakan thawaf qudum.
2). Thawaf qudum ini bukan thawaf umroh, bukan thawaf haji dan hukumnya sunat, boleh dengan sa’i atau tidak dengan sa’i. Kalau dikerjakan dengan sa’i, maka sa’inya sudah termasuk sa’i haji dan pada waktu thawaf ifadhah tidak perlu lagi melakukan sa’i.
3). Setelah melakukan thawaf qudum tidak diakhiri dengan bercukur/ memotong rambut sampai selesai wukuf dan melontar jamrah aqabah tanggal 10 Dzulhijjah.
4). Urutan kegiatan dan bacaan do’a pada pelaksanaan haji ifrad sejak dari wukuf sampai selesai sama dengan pelaksanaan haji tamattu’.
5). Apabila selesai melaksanakan ibadah haji dan ingin melaksanakan ibadah umroh, dapat mengambil miqat dari Tan’im, Jironah/miqat lainnya.
6). Sebelum berangkat ke Madinah (bagi gelombang II) supaya melaksanakan thawaf wada’.
Catatan:
Haji ifrad’ bisa diubah menjadi haji tamattu’ dengan ketentuan masa tinggal di Makkah masih cukup lama untuk menunggu wukuf dengan adanya alasan syar’i yang menjadi pertimbangan untuk mengubah niat seperti khawatir melakukan pelanggaran ihram dan adanya niatan untuk keluar Tanah Haram sebelum masa wukuf.
- Haji qiran
- Haji qiran ialah mengerjakan haji dan umroh di dalam satu niat dan satu pekerjaan sekaligus. Cara ini wajib membayar Dam Nusuk (sesuai ketentuan syari’ah).
- Pelaksanaannya
Pelaksanaan haji dengan cara qiran ini dapat dipilih, bagi jemaah haji karena sesuatu hal tidak dapat melaksanakan umroh sebelum dan sesudah hajinya, termasuk di antaranya jemaah haji yang masa tinggal di Makkah sangat terbatas. Pelaksanaannya sebagai berikut:
1). Bersuci yaitu mandi dan berwudlu.
2). Berpakaian ihram.
3). Shalat sunat 2 (dua) rakaat.
4). Niat untuk berhaji dan umroh mengucapkan :
Artinya:
Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji dan berumroh.
Atau mengucapkan:
Artinya:
Aku niat haji dan umroh dengan berihram karena Allah Ta’ala.
- Di Makkah:
1). Bagi jemaah haji yang bukan penduduk Makkah yang menunaikan Haji qiran pada waktu kedatanganya di Makkah disunatkan mengerjakan thawaf qudum.
2). Thawaf qudum ini bukan thawaf umroh, bukan thawaf haji dan hukumnya sunat, boleh dengan sa’i atau tidak dengan sa’i. Kalau dikerjakan dengan sa’i maka sa’inya sudah termasuk sa’i haji dan pada waktu thawaf ifadhah tidak perlu lagi melakukan sa’i.
3). Selesai mengerjakan thawaf qudum, tidak diakhiri dengan bercukur/ memotong rambut sampai selesai wukuf dan melontar Jamrah Aqabah tanggal 10 Dzulhijjah.
4). Pelaksanaan ibadah dan do’a Haji Qiran sejak dari wukuf sampai dengan selesai sama dengan pelaksanaan haji tamattu’.
5). Pada waktu melaksanakan thawaf ifa- dhah harus dengan sa’i, bagi yang belum sa’i pada waktu thawaf qudum.
6). Pada waktu akan meninggalkan Makkah, supaya melakukan thawaf wada’.
Catatan:
Haji qiran’ bisa diubah menjadi haji tamattu’ dengan ketentuan masa tinggal di Makkah masih cukup lama untuk menunggu wukuf dengan adanya alasan syar’i yang menjadi pertimbangan untuk mengubah niat seperti khawatir melakukan pelanggaran ihram dan adanya niatan untuk keluar Tanah Haram sebelum masa wukuf.